Konflik dalam rumah tangga bisa menjadi masalah besar yang membuat hubungan hambar. Namun sangat bisa menjadi ruang belajar bagi pasangan untuk tumbuh bersama.
Sikap saling menghargai dan menerima sebagai individu yang berbeda, menjadi salah satu kuncinya. Menjadi suami atau istri yang dominan hanya akan mendorong Anda atau pasangan melakukan tindak kekerasan. Jika sudah begini, Anda terjebak dalam relasi abusive.
Wartawan senior Mayong Suryo Laksono punya cara sendiri dalam mengatasi konflik dalam rumah tangga yang dibinanya bersama aktivis dan politisi Nurul Arifin.
Seringkali hal kecil seperti komentar atau respons tentang ketidaksukaan atas hobi masing-masing menjadi sumber keributan suami-istri. Mayong menanggapi konflik semacam ini dengan guyonan.
"Jangan pernah memaksa untuk menjadi sama dengan diri sendiri. Suami dan istri tetap menjadi individu yang berbeda. Pasangan saling mendewasakan untuk menjadi lebih baik," papar Mayong, yang menjadi panelis dalam seminar "Gerakan Laki-laki Baru" di Jakarta, Rabu (10/3/2010) lalu.
Mayong meyakini bahwa setiap masalah akan terselesaikan dengan perjalanan waktu. Setiap individu memiliki ruang untuk selalu memperbaiki dirinya. Dengan prinsipnya ini, Mayong lebih meyakini bahwa kekerasan takkan bisa menyelesaikan masalah.
Pria yang berpengalaman lebih dari 20 tahun di media ini, dinilai merepresentasikan Gerakan Laki-laki Baru (sebuah inisiasi dari sejumlah aktivis isu ketidakadilan pada perempuan). Kepribadian dalam diri Mayong dianggap mencerminkan lelaki baru. Ia bukan sekadar menolak kekerasan terhadap perempuan, tetapi juga memberikan persepsi baru dalam membangun relasi yang seimbang dalam rumah tangga.
Dalam perspektif Mayong, rumah tangga idealnya saling memberdayakan, suami terhadap istri, dan begitu pun sebaliknya. Masing-masing tetap menjadi manusia mandiri yang bertumbuh atas dirinya, namun juga saling membutuhkan satu sama lain.
"Saya sepenuhnya memberikan kepercayaan kepada Nurul dengan aktivitasnya di dunia politik, begitu pun Nurul terhadap saya. Bagaimana pun, saya tetap menjadi orang pertama yang dimintakan pendapat olehnya. Artinya, kami tetap saling membutuhkan sebagai pasangan," tandas Mayong.
Bagaimana dengan Anda dan pasangan? Apakah Anda menganggap pasangan sebagai teman, saingan, atau musuh, dalam mengatasi konflik?
Minggu, 28 Maret 2010
Bagaimana Anda dan Pasangan Mengatasi Konflik?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar